A. Sejarah dan Dinamika
Pondok Pesantren Zainul Hasan Genggong pada
awal berdirinya lebih masyhur dengan sebutan pesantren genggong dan merupakan
pesantren salafiyah tertua di kabupaten Probolinggo yang didirikan pada tahun
1839M/1250H. Pesantren ini telah berdiri satu setengah abad lebih dan sampai
sekarang masih tetap eksis, baik dari segi pengembangan kelembagaan pendidikan
pesantren maupun satuan pendidikannya. Pesantren ini terus dikembangkan menjadi
pesantren yang tetap memiliki jati diri salafi dan satuan pendidikannya
dipertegas dengan sebutan pendidikan berbasis mutu dan salafi. Saat ini
santri mukim di pesantren Zainul Hasan kurang lebih 7 ribu.
Semangat pengembangan Pondok Pesantren Zainul
Hasan Genggong tersebut terus dikembangkan oleh para generasi yang memimpin
Pondok Pesantren hingga sekarang. Terutama yang berkaitan dengan kemajuan
zaman, yaitu dengan meluasnya kehidupan keagamaan dan munculnya berbagai
persoalan baru yang memerlukan status Hukum Islam. Melihat kenyataan diatas,
maka sangat diperlukan munculnya ’ulama atau sarjana agama yang berkualitas dan
mampu mengatasi persoalan yang sedang dihadapi oleh ummat.
Tradisi yang berkembang di Pondok Pesantren
Zainul Hasan, berprinsip bahwa pesantren dan kitab kuning merupakan dua hal
yang harus dipadukan. Pada awal berdirinya
pesantren ini fokus dalam pembinaan dan pengajaran aqidah islam, akhlak
tasawwuf, ilmu fiqh dan ilmu-ilmu keagamaan lainnya. Seiring bergulirnya waktu,
pesantren Zainul Hasan mengalami perkembangan baik dari sisi lembaga maupun
manajemen. Pesantren ini melakukan terobosan-terobosan dengan membuka beberapa
pendidikan formal dan perguruan tinggi.
Lembaga formal tersebut mulai dari PAUD, TK,
SD, MI, SMP, MTs, SMA, MA, SMA Unggulan, MA Model, SMK, Sekolah Tinggi Ilmu
Hukum, Akademi Keperawatan, Akademi Kebidanan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
dan Institut Ilmu Keislaman Zainul Hasan. Semua satuan pendidikan tersebut
menyelenggarakan pendidikan dengan memadukan dua kurikulum yaitu kurikulum
nasional dan kurikulum diniyah sebagai kurikulum lokal.
Selain itu Pesantren Zainul Hasan juga memiliki
beberapa lembaga formal dan non formal yang fokus dalam kajian kitab kuning
diantaranya: Madrasah Tsanawiyah program full day, Madrasah Aliyah Program Ilmu
Agama Islam, Madrasah Diniyah Wustho, Madrasah Diniyah Ulya, Lembaga
Pengembangan Kajian Kitab Salaf dan Lembaga Bahtsul Masail. Tujuan dari lembaga
ini tiada lain kecuali untuk mempertahankan khazanah keilmuan islam dan menjaga
tradisi yang melekat kepada pesantren yaitu kajian kitab kuning.
Keberhasilan santri dapat digambarkan bahwa
mereka memiliki kemampuan membaca kitab sesuai jenjang satuan pendidikan dan
kurikulum yang berbeda pada masing-masing jenjang pendidikan. Dan standar
kemampuan juga dapat dibedakan akan tetapi tingkat keberhasilan santri dari
masing-masing kelas 85 % santri mampu membaca kitab salaf dengan kendali mutu
dilakukan sistem evaluasi antara lain dengan cara uji tulis, hafalan, praktik baca kitab dan
uji publik.
Untuk mengembangkan potensi-potensi santri
dalam keahlian membaca, menguasai dan mengembangkan pemahaman kitab kuning,
maka pesantren Zainul Hasan Genggong mendirikan Mahad Aly Zainul Hasan sebagai
ikhtiyar untuk menjaga tradisi ulama salafus shaleh dengan Prodi kajian Hadits wa
Ulumuhu (Konsentrasi Hadits Ahkam). Konsentrasi ini menjadi pilihan dikarenakan
masih langkahnya ahli-ahli hadits yang mumpuni di bidangnya dan demi untuk ikut
melestarikan ajaran-ajaran islam yang terkandung di dalam sumber islam primer
ini.
Di sisi lain, hadits
sering dipahami hanya sebatas tekstual saja tanpa memahami asbabul wurud hadits dan tanpa ada
penelitian terhadap sanad dan matan hadits. Akibatnya banyak orang
yang salah memahami dan mengamalkan hadits. Ujung-ujungnya kadang-kadang
terjadi klaim kebenaran sepihak dalam sebuah persoalan hukum. Maka hadirnya
Mahad Aly dengan konsentrasi hadits wa ulumuhu sangat diperlukan untuk
meminimalisir kesalahpahaman tentang apa yang sebenarnya dikehendaki oleh
sebuah hadits.
B.
Nilai Dasar
Ma’had Aly berdasarkan Islam Ahlussunnah Wal Jamaah dan Pancasila. Dengan dasar Islam dimaksudkan
bahwa Ma’had Aly diadakan, diselenggarakan dan dikembangkan
berangkat dari ajaran Islam Aswaja, proses pengelolaannya secara islami dan
menuju apa yang diidealkan oleh pendidikan yang islami. Dengan dasar pancasila
dimaksudkan bahwa Ma’had Aly diselenggarakan, dikembangkan dan diamalkan dalam
wacana Pancasila sebagai landasan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara bagi
seluruh warga Indonesia.
C.
Visi
Menjadi lembaga kajian hukum islam yang unggul dan kompetitif dalam melahirkan ahli hadits sebagai generasi muslim khaira ummah.
D.
Misi
Seiring dengan visi diatas,
maka misi Ma’had ‘Aly :
1. Menyelenggarakan pendidikan, pengajaran, dan
kajian hadits
serta ilmu hadits dengan
memadukan sistem pesantren dan perguruan tinggi.
2. Menanamkan karakter keulamaan melalui studi hadist dan ilmu hadits.
3. Menyelenggarakan dan melaksanakan kaderisasi keulamaan dalam bidang hadits.
4. Melaksanakan pengabdian dan pemberdayaan kepada
pesantren dan masyarakat.
E.
Tujuan
Tujuan diselenggarakannya
Ma’had Aly adalah :
1. Terciptanya
lembaga kader ahli hadits
yang mengintegrasikan keilmuan pesantren dan perguruan tinggi;
2. Terciptanya
lulusan yang berilmu
tinggi dan beramal sholeh;
3. Terciptanya
ahli hadits
yang mampu menyesuaikan keilmuannya dengan perkembangan zaman;
4. Terciptanya
lulusan yang dapat
mengamalkan ilmunya di tengah-tengah masyarakat.
F.
Lembaga Penunjang
Ada
beberapa lembaga penunjang yang dapat dijadikan sebagai sarana pengkaderan
calon santri Mahad Aly Zainul Hasan Genggong yaitu :
1. Madrasah Aliyah Program Ilmu
Agama Islam
2. Madrasah
Diniyah Formal
3. Lembaga Pengembangan Kajian
Kitab Salaf PP. Zainul Hasan
G. Program
Studi
Mahad Aly Zainul Hasan Genggong program studinya
adalah Hadits wa Ulumuhu (Konsentrasi Hadits Ahkam). Konsentrasi ini
menjadi pilihan dikarenakan masih langkahnya ahli-ahli hadits yang mumpuni di
bidangnya dan demi untuk ikut melestarikan ajaran-ajaran islam yang terkandung
di dalam sumber islam primer ini.
H. Aktifitas Belajar Mengajar
Sebagai bentuk perpaduan antara pendidikan
akademik perguruan tinggi dan pendidikan pesantren, maka dalam aktifitas
belajar mengajar juga mengacu pada dua pendekatan tersebut. Dengan mengacu pada
pendidikan di perguruan tinggi, maka di Ma’had Aly menggunakan sistem pembelajaran
yang berpusat pada mahasantri (student centered), yakni suatu jenis
pendidikan dimana mahasantri diberi wewenang penuh untuk mencari, menemukan,
dan mengembangkan informasi atau ilmu yang didapatnya sementara dosen sebagai
motivator, fasilitator, dan pengarah dalam aktifitas belajar mengajar. Dalam hal ini, aktifitas
belajar mengajar menggunakan tiga model pendekatan.
1.
Tekstual, yaitu memahami
nushūsh secara lughawiyah, harfiyah dan tarkibiyah. Hal ini ditempuh dengan dua
cara, yaitu al-tadris (bimbingan seorang dosen) dan musyawarah (diskusi).
2. Tekstual-Kontekstual, yakni
pembelajaran yang memadukan antara teks dengan konteks. Pembelajaran ini
mengarahkan teks untuk dapat menjawab dan menyelesaikan persoalan-persoalan kontekstual.
robots.txt

Insya Allah Akan Kami usahakan Kiai, Semoga tercapai
BalasHapusTerima kasih banyak atas masukannya kiai..