Aku adalah asli Indonesia. Aku
terlahir ke dunia dengan selamat. Aku dibesarkan dengan kasih sayang yang penuh
tetesan air mata dan deraian keringat yang mengalir deras. Aku selalu dikasihi
dan disayangi. Permintaanku dituruti dan keinginanku dipenuhi. Ayah dan bunda
tidak ingin melihatku sedih.
Akan tetapi kisah indah itu sempat
terhenti. Innalillahi wa inna ilaihi raji`un , ayahku dipanggil untuk
kembali kepada Sang Maha Pencipta.
Tetesan air matapun tak mampu terbendung
sehingga membanjiri pipi dan membasahi bajuku.Senyum bibirnya membuatku tenang,
semoga itu pertanda ayah termasuk ahli surga.
Tugas bundaku saat ini bertambah
banyak.Selain harus mengepulkan asap di dapur, dia harus banting tulang mencari
uang untuk biaya sekolahku. Setiap jam 2 malam, seusai melakukan sholat
tahajjud, ibuku mulai membuat kue untuk dijual di pasar dan di sekolahku.
Akupun memaksa diri untuk melawan ngantuk dan bangun dari tempat tidur untuk
mengambil wudhu`, sholat dan menemani ibu di dapur.
“Sudah nak Yazid kamu tidur aja,
besok kamu ngantuk di sekolah,” kata bundaku sambil meletakkan tangan kanannya
dipundakku.
“ Ibu aja gak pernah ngantuk, aku
harus seperti bunda juga,” jawabku berharap diperbolehkan membantunya.
“Kalau begitu ayo bantu bunda menyalakan api dan mengaduk adonan tepung.”
“Siap bunda, akan ku laksanakan
dengan dengan ikhlas.”
Beberapa jam kemudian, adzan subuh
mulai berkumandang. Ayam-ayampun ikut berkotak membangunkan orang-orang yang
terlelap tidur di kasur. Aku dan bunda berhenti sejenak untuk melakukan sholat.
Kamipun sholat berjemaah. Tapi yang membuatku sedih adalah ketika melihat
mukena yang dipakai bunda sudah lusuh dan kusam, karena mukena itu sudah lima
tahun tidak diganti-ganti. Bunda lebih memprioritaskan uangnya untuk sekolahku
dari pada membeli mukena.
“Ya Allah, sejak kecil aku
menyusahkan bunda. Aku dikandungnya selama 9 bulan. Dia melahirkanku dengan
susah payah, menyusuiku dengan penuh kasih sayang dan membesarkanku dengan
penuh perjuangan. Dan saat ini, ketika aku sudah beranjak dewasa aku masih
sering menyusahkannya, aku tidak pernah memberikan kesenangan kepadanya. Ya
Allah, berilah aku kekuatan dan kesempatan untuk membuat bundaku senang.” Doaku dalam hati diiringi
dengan tetesan air mata.
“Nak Yazid,” panggil ibuku.
“Iya Bunda,” jawabku sambil
cepat-cepat menghadap dan mengusap air mata yang masih membasahi pipiku.
“Ini nanti dijual di sekolahmu, ini
uang sakumu dan ibu berangkat dulu ke pasar. Do`akan ibu ya, semoga laku semua,”
pintanya dengan penuh harapan.
“Amin ya rabbal `alamin,” responku
terhadap harapan ibu.
Setiap hari aku diberi uang saku
sebanyak Rp 2500. Uang itu tidak pernah kubelikan jajan. Setiap hari aku
simpan. Cita-citaku adalah membahagiakan bunda. Hidupku akan aku gunakan untuk melayani kebutuhannya. Aku ingin
membelikan baju dan mukena baru untuknya. Karena sudah lima kali lebaran bunda
tidak pernah membeli baju baru. Bunda hanya memakai baju yang sudah lusuh dan
kusam. Dia lebih mementingkanku daripada dirinya.
“Biar da nak, yang penting kamu bisa
memakai baju baru. Bunda bisa memakai baju yang kemarin,” ungkapnya ketika ku
suruh beli baju baru.
Pada tanggal 15 desember nanti, aku
harus bisa mengumpulkan uang banyak untuk memberikan kado indah di hari
kelahiran bunda. Oleh karena itu, aku rajin nabung setiap hari. Akupun rajin
menjual kue, karena ketika laku semua, aku diberi upah oleh ibu. Kue yang ku
jual tidak selamanya laris manis. Pernah suatu hari hanya laku separuh. Sesuai pesan ibu, jika
ada sisa gak boleh dibawa pulang, harus di sodakohkan.Pokoknya setiap ada sisa,
ku bagi-bagi pada teman-teman.
Setiap pulang sekolah, aku kerja di bengkel
milik paman. Aku bisanya cuma nambal ban. Hasilnya lumayan untuk tambahan
simpananku. Aku tidak pernah libur kerja. Karena aku berfikir, bunda saja tidak
pernah libur kerja hanya untuk memenuhi kebutuhanku. Masak aku kalah dengan
bunda.
Keinginanku adalah bisa
membahagiakan ibu dihari ulang tahunnya. Aku ingin uang simpananku bertambah.
Akupun membeli map untuk wadah surat lamaran kerja, Dengan bermodal ijazah SMA,
aku keliling desa dan kota. Hari pertama aku tidak menemukannya. Hari kedua aku
ditolak karena tidak bisa bicara bahasa inggris. Akupun mencoba belajar
dasar-dasar percakapan bahasa inggris.
Ketika aku datang kembali, ternyata
sudah ada orang lain yang mendahuluiku. Aku tidak putus asa, aku menemukan lagi
dan kali ini aku juga di tolak, karena ijazahnya minimal S1. Hari selanjutnya
aku juga ditolak karena umurku tidak mencukupi. Hari selanjutnya di tolak lagi
dan ditolak lagi.
Akupun harus tetap menekuni
pekerjaanku sebagai penambal ban di bengkel pamanku. Akan tetapi pamanku
memberikan kabar gembira, bahwa temannya ada yang membutuhkan seorang satpam,
minimal lulusan SMA. Akupun meminta paman untuk membantuku agar bisa diterima.
Soalnya aku selalu gagal melamar perkejaan. Dan ini adalah lamaranku yang ke
15.
“Besok paman yang ngantar kamu ke
sana, fotocopy ijazah SMAnya.”
“Baik paman, makasih banyak.”
Dan ternyata aku langsung diterima
tanpa butuh waktu yang lama. Bayaran untuk bulan pertama di berikan di awal
sebesar Rp 150 ribu. Bagiku uang sebanyak itu sudah cukup, harus disyukuri.
Uang itu akan ku tambahkan ke tabunganku.
Suatu hari ketika aku pulang
bekerja, aku melihat butik busana muslim yang menjual beraneka ragam baju untuk
pria dan wanita. Aku mampir untuk sekedar lihat-lihat barang dan harga. Di
pintu masuk ada dua pasang patung yang didandani dan memakai maju muslim.
“Berapa harga baju ini bak,” tanyaku
sambil menunujuk ke patung wanita.
“Cuma Rp 300 ribu mas,” jawabnya
sambil senyum.
“Makasih bak informasinya, lain kali
insya Allah aku kembali lagi.”
Uangku yang ada jika dikumpulkan
dengan gaji satpam adalah Rp 300 ribu. Uang itu hanya dapat membeli baju yang
aku tanyakan harganya tadi. “Terus uang untuk membeli mukena akan aku peroleh
dari mana?” Tanyaku dalam hati.
Aku coba mencari informasi lowongan
pekerjaan yang jam kerjanya malam. Alhamdulillah ada yang menawarkan pekerjaan
untuk menghaluskan tembakau, Satu malam Rp 100 ribu. Tanpa pikir panjang aku
langsung menyanggupinya. Biarlah aku payah, yang penting aku bisa memberikan
kado buat bunda. Ulang tahunnya tinggal dua hari lagi. Semoga uangku terkumpul.
Menghaluskan tembakau memang penuh
resiko, perlu kehati-hatian ekstra. Malam itu ketika aku bekerja, tanganku
terkena pisau yang ku pegang. Mungkin aku kecapean. Tapi rasa sakit tak ku
rasakan. Barangkali karena aku sangat cinta kepada bunda. Aku selesai subuh.
Bayarannya masih menunggu besok. Aku deg-degan, khawatir tidak dapat memberikan
kado terindah di hari ulang tahun bunda.
Sekitar jam 14.00, setelah ku
bekerja menjadi satpam, ku sempatkan mampir ke tempat tadi malam aku bekerja.
Namun pemilik tembakau berjanji akan membayarku nanti malam jam 21.00 WIB.
Katanya uangnya belum cair dari atasannya. Aku hanya mengangguk-anggukkan
kepala.
Aku langsung bergegas menuju toko
butik yang aku kunjungi kemarin. Aku langsung memesan baju yang dipajang di
bagian depan yang pernah ku tanyakan harganya. Uangku pas, yaitu Rp 300 ribu,
selain itu, aku memesan mukena. Katanya pelayan harganya Rp 100 ribu. Aku hanya
minta jangan dijual ke orang lain dulu. Karena nanti malam aku akan
menjemputnya dengan membawa uang. Aku berjanji jam 21.20 WIB aku kembali.
Kebaikan berpihak padaku. Tepat jam 21.00 Wib,
pemilik tembakau mendatangi rumahku untuk mengantarkan bayaran kerjaku. Tanpa
pikir panjang aku langsung menuju toko butik untuk membayar mukena yang aku pesan
tadi siang. Untung tokonya belum tutup. Setelah ku bayar, langsung aja ku
pulang.
Di tengah perjalanan pulang, aku
melihat toko kue. Ketika ku pegang sakuku, ternyata ada uang Rp 20 ribu. Aku
langsung masuk untuk membeli kue ulang tahun untuk bunda. Tapi harganya mahal-mahal.
“Cari apa dik”, tanya salah satu
pelayan.
“Kue ulang tahun yang harganya Rp 20
ribu ada bak?” tanyaku.
“Ada dik tinggal satu”.
“Langsung bungkus kak”.
Akupun cukup gembira karena dapat
membawa pulang hadiah di hari indahnya bunda. Tiba di rumah ternyata bunda
sudah tidur. Aku membuat kejutan. Ku bungkus hadiah dariku dengan rapi. Lampu
ku padamkan, lilin-lilin putih ku nyalakan. Ibu terbangun, terkejut melihat apa
yang ada di depannya.
“Apa ini nak Yazid,” tanya bundaku
penuh keheranan.
“Selamat ulang tahun bunda, semoga
hari-hari bunda lebih baik dari sebelumnya. Maaf jika aku selalu membuat bunda
sibuk dan tersiksa. Ini adalah hadiah buat bunda. Semoga bunda senang.”
Ungkapku disertai tetesan air mata.
Bunda langsung memelukku dan
mengucapkan terima kasih atas kadonya. Dia sangat senang sekali ketika tahu
bahwa isinya adalah baju dan mukena baru. Akhirnya aku dapat membuat bundaku
tersenyum. Memberikan kado dihari ulang tahun bunda adalah impianku sejak dulu.
Oleh :
Zaky Ahmad, Ma`had Aly Sukorejo Situbondo
.jpg)
Komentar
Posting Komentar